KARYA TULIS ILMIAH
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI
MYOFASCIAL
SINDROM MUSCULUS LEVATOR SCAPULA
Disusun Untuk Memenuhi
Persyaratan Dalam Mendapatkan
Gelar Ahli Madya Fisioterapi
Disusun Oleh:
ERMA KURNIAWATI
03.10.588
PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam upaya mewujudkan pelayanan di perlukan
adanya kerjasama dari
berbagai pihak. Semakin majunya pembangunan di bidang kesehatan pada hakekatnya
adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembangunan nasional. Tuntutan yang semakin besar terhadap upaya kesehatan
telah mengarahkan usaha pembangunan agar lebih maju untuk mencapai suatu
keadaan yang sehat menyangkut berbagai aspek antara lain usaha peningkatan (promotif),
pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) serta pemeliharaan
(rehabilitatif). Untuk dapat
mewujudkan upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh tersebut, diperlukan
adanya kerja sama dari berbagai pihak dan disiplin ilmu (UU RI No 36 tahun
2009).
Fisioterapi
adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok
untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang
dasar kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,
peralatan (fisik, elektroterapeutik, dan mekanis, pelatihan fungsi, komunikasi),
(Menteri kesehatan RI Nomor 17/Menkes/SK/VI/2008).
1
|
Sindrom
nyeri miofasial sering menyerupai sindrom radikulopati servikal dan sindrom
faset servikal. Sindrom itu juga dikenal dengan fibrositis dan fibromiositis (B.M.Tulaar, 2008).
Myofascial levator scapula adalah salah
satu gejala nyeri otot yang memiliki myofascial.
Otot levator scapula, memiliki
peranan yang penting dalam menstabilkan dan menggerakan skapula yang
berhubungan dengan gerakan bahu. Sindrom
myofascial levator scapula sering dipicu oleh penggunaan keyboard secara
abnormal posisi leher diputar dan dapat terjadi dalam olahraga seperti
berenang, di mana sering melakukan rotasi leher (Sambrook, dkk, 2010, hal : 120).
Banyak penyebab
timbulnya nyeri sindroma myofascial
levator scapula diantaranya adalah trauma, degenerasi pada otot, postur
yang jelek, ergonomi yang buruk saat bekerja (Ferry, 2010).
Pada kondisi myofascial levator scapula umumnya
pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah leher. Apabila dilakukan
pemeriksaan oleh fisioterapis ditemukan adanya taut band yaitu berbentuk tali yang memebengkak yang mengakibatkan
pemendekan serabut otot (sarkoplasmik) dan fasia otot dan sering dikeluhkan
pasien sebagai sesuatu yang “grenjel” pada otot dan apabila diberi penekanan
pada daerah tersebut akan memicu rasa nyeri yang hebat dan tidak tertahankan.
Otot
levator scapulae
yang membentang sepanjang bagian belakang leher berfungsi membantu gerakan pada
leher, lengan dan bahu seperti gerakan elevasi
bahu. Gejala sindrom levator scapula seperti nyeri tajam di
sekitar leher, sering memancar ke atas dan menyebabkan sakit kepala. (Levator
Scapulae Trigger Points_Trigger Point Treatment.htm/diakses tanggal 26 desember
2012 20:14 ).
Di Indonesia, setiap tahun sekitar 16,6% populasi dewasa mengeluhkan
rasa tidak enak di leher, bahkan 0,6% bermula dari rasa tidak enak di
leher menjadi nyeri leher yang berat. Insidensi nyeri leher meningkat
dengan bertambahnya usia.
Dalam kegiatan mempertahankan posisi leher
saat melakukan aktivitas membutuhkan peran sangat besar dari otot-otot vertebra.
Salah satu otot leher yang mempunyai peranan cukup besar adalah m.levator scapulae. Nyeri yang terjadi
pada m.levator scapulae memicu
terjadinya nyeri di sudut leher dan bahu, sakit ini sering di gambarkan sebagai
nyeri yang amat pedih terutama pada penggunaan aktif otot levator scapulae (Gejut, I Made, 2012).
Untuk mengatasi myofascial
sindrom m.levator scapula terapi pemanasan atau heating yang memungkinkan untuk diterapkan adalah Micro Wave Diathermy MWD karena terbukti
efektif untuk mengurangi berbagai nyeri pada otot. untuk
rileksasi otot dan meningkatkan sirkulasi darah bisa dilakukan teknik
manipulasi seperti friction, sedangkan
untuk mengurangi keterbatasan luas gerak sendi (LGS) dan peregangan otot
dapat dilakukan dengan cailliet exercise (senam nyeri leher) dan Contract Relax Stretching yakni suatu teknik terapi latihan khusus
yang ditujukan pada otot yang spasme,
tegang/memendek untuk memperoleh pelemasan dan peregangan jaringan otot.
Dari
problematika yang disebutkan pada latar belakang diatas, maka penulis tertarik
untuk mengetahui serta mengkaji lebih lanjut dalam bentuk karya tulis ilmiah
yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Myofascial Sindrom Musculus Levator Scapula”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang masalah diatas, maka timbul beberapa perumusan masalah, sebagai
berikut :
1.2.1 Bagaimana proses patofisiologi pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula ?
1.2.2 Problematika
fisioterapi apa saja yang timbul pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula?
1.2.3 Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dengan
menggunakan metodologi intervensi fisioterapi berupa Microwave Diathermy (MWD), friction, cailliet exercise
(senam nyeri leher) dan Contract Relax Stretching (CRS) pada kondisi myofascial sindrom m.levator
scapula ?
1.2.4 Bagaimana pengaruh penatalaksanaan
fisioterapi pada kondisi myofascial
sindrom m.levator scapula ?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana proses
patofisiologi pada kondisi myofascial
sindrom m.levator scapula.
1.3.2 Untuk mengetahui problematika fisioterapi apa
saja yang timbul pada kondisi myofascial
sindrom m.levator scapula.
1.3.3
Untuk mengetahui Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dengan menggunakan
metodologi intervensi fisioterapi berupa Microwave
Diathermy (MWD), friction,
cailliet exercise (senam nyeri leher)
dan Contract Relax Stretching (CRS) pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana pengaruh
penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi myofascial
sindrom m.levator scapula.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi penulis
1.4.1.1 Untuk menambah wawasan khususnya ilmu
pengetahuan tentang penatalaksanaan fisioterapi lebih lanjut pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula.
1.4.1.2
Untuk mengetahui manfaat yang dihasilkan dari modalitas Microwave
Diathermy (MWD),
friction, cailliet exercise (senam
nyeri leher) dan Contract Relax Stretching (CRS), dalam menurunkan nyeri, keterbatasan gerak (LGS), dan
mengurangi spasme akibat myofascial
sindrom m. levator scapula.
1.4.2 Bagi Institusi
Dapat menambah wawasan dalam pemberian intervensi
fisioterapi pada kondisi myofascial
sindrom m.levator scapula.
1.4.3 Bagi rekan seprofesi agar berguna dan bermanfaat
sebagai referensi
1.4.4
Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
bagi masyarakat tentang myofascial
sindrom m.levator scapula.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Anatomi Fisiologi Terapan
Pada
pembahasan sub bab anatomi fisiologi terapan ini akan diuraikan antara lain :
osteologi, ligamentum, myologi, arthrologi dan neurofisiologi pada regio
cervical.
2.1.1 Osteologi
Osteologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang tulang. Tulang adalah organ yang padat dan
keras yang menyusun suatu kerangka (Wibowo, 2005).
Pada
kasus ini maka tulang yang dibahas antara lain : cervical I sampai cervical
VII.
2.1.1.1
Vertebra Cervical I
Vertebra
cervical I juga disebut atlas, pada dasarnya berbeda dengan lainnya karena
tidak mempunyai corpus vertebra oleh karena pada atlas dilukiskan adanya arcus
anterior terdapat permukaan sendi,
fovea, vertebralis, berjalan melalui arcus posterior untuk lewatan arcus
posterior untuk lewatnya arteri vertebralis (Syaifuddin, 2010).
2.1.1.2 Vertebra Cervical II
6
|
2.1.1.3 Vertebra Cervical III sampai V
Processus
spinosus bercabang dua. Foramen transversarium membagi processus transversus
menjadi tuberculum anterior dan posterior. Lateral foramen transversarium
terdapat sulcus nervi spinalis, didahului oleh nervi spinalis (Syaifuddin, 2010).
2.1.1.4 Vertebra Cervical VI
Perbedaan
dengan vertebra cervical I sampai dengan
cervical V adalah tuberculum caroticum, karena dekat dengan arteri carotico
(Syaifuddin, 2010).
2.1.1.5 Vertebra Cervical VII
Merupakan
processus spinosus yang besar, yang biasanya dapat diraba sebagai processus
spinosus columna vertebralis yang tertinggi, oleh karena itu dinamakan vertebra
prominens (Syaifuddin, 2010).
|
Gambar 2.1
Columna vertebralis
;dari dorsum
(Putz, 2007)
|
Gambar 2.2
Columna Vertebralis
(Putz, 2007)
2.1.2 Ligamentum
Ligamentum
adalah pita jaringan fibrosa yang kuat dan berfungsi untuk mengikat serta
menyatukan tulang atau bagian lain atau untuk menyangga suatu organ (Snell,
2006).
2.1.2.1 Ligamentum
longitudinal anterior
Merupakan
suatu serabut yang membentuk pita lebar dan tebal serta kuat, yang melekat pada
bagian corpus vertebra, dimulai dari sebelah anterior corpus vertebrae
cervicalis II (yang meluas ke kepala pada os occipitale pars basilaris dan
tuberculum anterior atlantis) dan memanjang ke bawah sampai bagian atas depan
fascies pelvina os sacrum. Ligamen longitudinal anterior ini lebih tebal pada
bagian depan corpus karena mengisi kecekungan corpus. Ligamen longitudinal
anterior ini berfungsi untuk membatasi gerakan extensi columna vertebralis.
Dimana daerah lumbal akibat berat tubuhakan mengalami penambahan lengkungan
pada vertebra columna didaerah lumbal.
2.1.2.2 Ligamentum longitudinal posterior
Berada
pada permukaan posterior corpus vertebrae sehingga dia berada di sebelah depan
canalis vertebralis. Ligamentum ini melekat pada corpus vertebra cervical II
dan memanjang kebawah os sacrum. Ligamentum ini diatas discus intervertebralis
diantara kedua vertebra yang berbatasan akan melebar, sedangkan dibelakang
corpus vertebra akan menyempit sehingga akan membentuk rigi. Ligamentum ini
berfungsi seperti ligamentum-ligamentum lain pada bagian posterior vertebra
colum, yaitu membatasi gerakan ke arah fleksi dan membantu memfiksasi dan
memegang dalam posisi yang betul dari suatu posisis reduksi ke arah hyperextensi,
terutama pada daerah thorakal.
2.1.2.3 Ligamentum intertransversarium
Ligamentum
ini melekat antara processus transversus dua vertebra yang berdekatan.
Ligamentum ini berfungsi mengunci persendian sehingga membentuk membuat
stabilnya persendiaan.
2.1.2.4 Ligamentum flavum
Ligmentum
ini merupakan suatu jaringan elastis dan berwarna kuning, berbentuk pita yang
melekat mulai dari permukaan anterior tepi bawah suatu lamina, kemudian
memanjang ke bawah melekat pada bagian atas permukaan posterior lamina yang
berikutnya. Ligamentum flavum ini di daerah cervical tipis akan tetapi di
daerah thoracal ligamentum ini agak tebal. Ligamentum ini akan menutup foramen intervertebral
untuk lewatnya arteri, vena serta nervus intervertebral. Adapun fungsi
ligamentum ini adalah untuk memperkuat hubungan antara vertebra yang
berbatasan.
2.1.2.5 Ligamentum interspinale
Ligamentum
ini merupakan suatu membran yang tipis melekat pada tepi bawah processus suatu
vertebra menuju ke tepi atas processus vertebra yang berikutnya. Ligamentum ini
berhubungan dengan ligamentum supra
spinosus dan ligamentum ini didaerah lumbal semakin sempit.
|
Gambar 2.3
Ligamen columna vertebralis
(Putz, 2007)
2.1.3 Myologi
Myologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang otot. Otot adalah jaringan kontraktil pada
tubuh yang merupakan alat gerak (Wibowo, S, Daniel, 2005). Otot-otot yang akan
dibahas pada penyusunan ini adalah otot-otot yang terdapat pada cervicalis
meliputi :
2.1.3.1 M.
Sternocleidomastoideus
Origo
: Pada processus mastoideus
dan linea nuchae superior.
Insersi
: Pada incisura jugularis sterni
dan articulation sternoclavicularis.
Fungsi
: Rotasi, lateral flexi,
kontraksi bilateral mengangkat kepala dan membantu pernapasan bila kepal
difixasi.
inervasi
: Nervus accessorius dan flexus
cervical (C1 dan C2).
2.1.3.2 M.Scaleni
M. Scaleni terbagi
atas 3 serabut :
2.1.3.2.1.
M. Scalenus anterior
Origo
: Pada tuberculum anterius processus
transversus vertebra cervicalis III sampai VI.
Insersi : Pada tuberculum scaleni
anterior.
Inervasi :
Plexus brachialis (C5-C7).
2.1.3.2.1.
M.Scalenus medius
Origo : Pada tuberculum posterior processus transversus vertebra
cervicalis II sampai dengan VII.
Insersio : Pada costa I di belakang sulcus
a.subclavicula dan kedalam membran intercostalis externa dari spatium
intercostalis I.
Inervasi :
Plexus cervicalis dan brachialis (C4-C8).
2.1.3.2.2.
M. Scalenus posterior
Origo
: Pada processus transversus
vertebra cervicalis V sampai VII.
Insersio : Pada
permukaan lateral costa II.
Inervasi :
Plexus brachialis ( C7-C8).
2.1.3.2.3.
M. Scalenus minimus
Origo : Pada processus transversus vertebra cervicalis.
Inervasi :
Pada permukaan lateral costa I.
2.1.3.3 M. Trapezius
Dibagi menjadi 3
serabut :
2.1.3.3.1.
Pars descendens
Origo : Berasal dari linea nuchae superior, protuberantia occipitalis externa dan
ligamentum nuchea.
Insersio : Pada
sepertiga lateral clavicula
Fungsi : Untuk melakukan gerakan adduksi dan retraksi
Inervasi : Nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
2.1.3.3.2.
M. Pars tranversa
Origo : Berasal
dari cervical
Insersio
:
Pada sepertiga lateral clavicula
Fungsi : Untuk melakukan gerakan adduksi dan retraksi
Inervasi : Nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
2.1.3.3.3.
Pars ascendens
Origo : Berasal dari vertebra thoracalis III sampai XII, dari
processus spinosus dan ligamentum supraspinasum.
Insersio : Pada trigonum spinale dan bagian spina
scapulae yang berdekatan.
Fungsi : Untuk menarik ke bawah
(depresi).
Inervasi : Nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
2.1.3.4 M. Levator
scapula
Origo : Pada tuberculum posterior processus transversus vertebra cervicalis I sampai IV
Insersio : Pada
angulus superior scapula.
Fungsi : Mengangkat scapula sambil memutar angulus inferior ke
medial
Inervasi : Nervus
dorsalis scapulae (C4-C8)
|
Gambar 2.4
Otot leher
|
Gambar 2.5
Otot levator scapula
2.1.3.5 M.Longus
colli
Kira-kira membentuk segitiga karena terdiri atas tiga
kelompok serabut. Fungsinya : untuk membengkokkan cervical ke depan dan ke
samping. Inervasinya plexus cervicalis dan brachialis (C2-C8).
2.1.3.5.1.
Serabut oblique superior
Origo: Berasal dari tuberculum anterius
processus transversus vertebra
cervicalis II sampai V
Insersio: Pada
tuberculum anterior atlas
2.1.3.5.2.
Serabut oblique inferior
Origo
: Berjalan dari corpus vertebra
thoracalis I sampai III
Insersio: Pada
tuberculum anterius vertebra cervicalis VI
2.1.3.5.3.
Serabut medial
Origo : Terbentang dari corpus vertebra thoracalis bagian atas dan vertebra cervicalis bagian bawah
Insersio : Pada
corpus vertebra cervicalis bagian atas
2.1.3.6 M. Longus
capitis
Origo : Pada tuberculum anterius processus transversus vertebra cervicalis III sampai VI
Insersio : Pada bagian basal os occipitale
Fungsi : Membentuk gerakan flexi, Lateral flexi
Inervasi : plexus
cervicalis (C1-C4)
2.1.4 Arthrologi
Arthrologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang sendi (Dorlans, 2002). Sendi-sendi yang
terdapat pada cervical yaitu :
2.1.4.1 Atlanto
Occipitalis joint (C0-C1)
Permukaan
sendinya fascies articularis superior atlas dan condylus occipitalis. Gerakan
yang terjadi adalah lateral flexi atau extensi.
2.1.4.2 Atlanto
Axialis joint (C1-C2)
Secara
fungsional sendi ini merupakan sendi putar yang memungkinkan pergerakan dari
posisi tengah ke masing-masing sisi sebesar 260. Pada sendi-sendi
lateral facies articularisnya adalah facies articularis inferior os atlas dan
facies superior C2.
2.1.4.3 Uncovertebral joint
Merupakan
sendi yang tidak murni yang dibentuk oleh processus unkinatus (yaitu suatu
bangunan yang menonjol di tepi dari bagian atas corpus vertebra) dengan corpus
vertebra diatas.
2.1.5 Neurofisiologi
2.1.5.1 Nervus cervicalis
Tiga
puluh pasang saraf spinal berasal dari kanalis vertebralis yang keluar melalui
foramen intervertebralis (cervical, thoracal, lumbal, sacral, dan koksigeal).
Nervus cervicalis ada delapan pasang saraf yang bergabung dengan ramus
communicates grisea yang berasal dari truncus simpatetik atau melaui truncus
ini, nervus tersebut menerima serabut-serabut vasomotor. Nervus cervicalis juga
mengirimkan cabang meningeal recurrent yang terkecil kedalam kanalis spinalis
untuk memberikan inervasi sensorik dan vasomotor pada durameter, serta
cabang-cabang yang menuju ke dalam bagian primer anterior dan posterior.
|
Gambar 2.6.
Plexus cervicalis
(Putz, 2007)
2.2
Biomekanik
Biomekanik
adalah ilmu yang mempelajari tentang gerakan yang terjadi pada tubuh manusia
(Yulianto, 2006). Dari berbagai gerakan yang dapat terjadi pada tubuh manusia
dapat dikelompokkan menjadi 2 gerakan yaitu :
2.2.1 Osteokinematika
Osteokinematika
merupakan gerakan yang terjadi antara dua tulang seperti gerakan angulasi,
sircumduksi, rotasi dan sliding (gerakan meluncur) adapun besarnya sudut
pergerakn vertebra cervical dapat ditulis antara lain sebagai berikut :
2.2.1.1.
Extensi-Flexi S. 400- 00- 400
2.2.1.2.
Lateral Flexi dextra-sinistra F.
450- 00- 450
2.2.1.3.
Rotasi destra-sinistra R.
500- 00- 500
2.2.2 Arthrokinematika
Adapun gerakan
arthrokinematika persendian cervical yaitu :
2.2.2.1
Flexi-extensi pada atlanto axial dan
atlanto odontoid joint pada bagian lateral dan atlas didapatkan roll dan
sliding, pada permukaan superior dan axis, selama flexi titik kontak antara dua
permukaan convex ini akan bergerak ke anterior dari garis tengah, dari curva ke
titik kontak akan bergerak pada saat yang sama. Interspace pada atlanto
odontoid joint akan bergerak pada bagian superior.
2.2.2.2
Selama extensi titik kontak antara dua permukaaan akan bergerak keposterior dan
akan bergerak pada posisi yang baru dan saat yang sama interspace pada atlanto
odontoid akan terbuka pada bagian inferior.
2.2.2.3
Rotasi pada atlanto axial dan atlanto
odontoid joint selam rotasi odontoid tetap ditempat. Saat osteo ligamentum yang
dihubungkan pada axis dan odontoidkapsul articular pada sebelah kiri relaxasi
dan sebelah lunak tertarik pada saat bersamaan terjadi pada bagian kanan dan
kiri atlas, bergerak kedepan sementara bagian lateral kanan belakang.
2.2.2.4
Lateral
flexi pada atlanto occipital joint selama lateral flexi bagian frontal. Pada
bagian vertical yang dilalui oleh occipital, atlas, axis, dan C3
terlihat tidak ada gerakan pada atlanto axial joint. Gerakan hanya terjadi
antara axis dan C3 dan antara occiput dan atlas, gerakan kedalam
occipital condylus sebelah kiri dan odontoid, didekatkan kapsul dari sendi
atlanto occipitalis dan khususnya ligamen odontoid occipitalis sisi kanan.
2.3
Patofisiologi Terapan
2.3.1 Definisi
Myofascial sindrom m.levator scapula
merupakan sebuah sindrome yang muncul akibat teraktivasinya sebuah atau beberapa
trigger point dalam serabut otot dan sering tidak terdiagnosis, myofascial sindrome terjadi karena
cedera otot atau terjadi regangan secara berulang-ulang (Gejut, I Made,
2012).
Myofascial sindrom m.levator scapula
adalah area tender lokal, yang sering disebut titik pemicu, dalam otot yang
terlibat. Kadang-kadang band ketat otot serat dapat teraba dalam otot, ada
pembatasan gerakan pada peregangan kelompok otot yang terlibat dan mungkin ada
kelemahan pada isometrik kontraksi (Sambrook dkk, 2010).
2.3.2
Patofisiologi
Otot levator scapula merupakan otot postural atau otot tonik
yang bekerja melakukan gerakan elevasi bahu. Kerja otot ini akan bertambah
berat dengan adanya postur yang jelek, mikro dan makro trauma. Akibatnya yang
terjadi adalah fase kompresi dan ketegangan lebih lama dari pada rileksasi,
terjadinya suatu keadaan yang menyebabkan kelelahan otot yang cepat (Ferry,
2010).
Trauma pada jaringan baik akut maupun kronik akan menimbulkan
kejadian yang berurutan yaitu hiperalgesia dan spasme otot skelet,
vasokontriksi kapiler. Akibatnya pada jaringan miofascial terjadi penumpukan
zat-zat nutrisi dan oksigen ke jaringan serta tidak dapat di pertahankannya
jarak antar serabut jaringan ikat sehingga akan menimbulkan iskemik pada
jaringan miofasial. Dan keadaan iskemia inilah jaringan miofasial akan menegang,
sehingga akan merangsang substansi P hingga menjadi suatu peradangan kronis
yang menghasilkan zat algogen berupa prostaglandin, bradikinin dan
serotonin yang dapat menimbulkan sensori nyeri. Proses radang dapat juga
menimbulkan respon neuromuskular berupa ketegangan otot (Ferry, 2010).
Dalam
waktu yang bersamaan pula akan terjadi proses perbaikan jarigan miofasial yang
mengalami kerusakan dengan cara menstimulasi fibroblas dalam jaringan
miofasial untuk menghasilkan banyak kolagen. Kolagen yang terbentuk mempunyai
susunan yang tidak beraturan atau cross unik sehingga terbentuk jaringan fibrous
yang kurang elastis. Oleh karena rasa nyeri umumnya pasien enggan menggerakan
bagian tersebut, sehingga berada pada posisi immobilisasi akibatnya otot akan
menjadi kontraktur (Ferry, 2010).
|
Gambar 2.7
Otot
levator scapula
(http://www.wellsphere.com/
diakses tgl 12/01/2013)
2.3.3 Etiologi
Keadaan Myofasial sindrom m.levator scapula
disebabkan oleh akut overload otot,
karena kronis fatique berlebihan atau trauma langsung dan sering dipicu oleh menggunakan
keyboard dalam posisi abnormal dengan leher yang diputar, tetapi dapat terjadi
di olahraga misalnya berenang, dan sering rotasi leher (Sambrook dkk, 2010,
hal : 120-121).
2.3.4
Gambaran Klinis
Tanda-tanda dan
gejala-gejala yang ada pada kasus myofascial sindrom m.levator scapula ini adalah ngilu atau linu terasa saat leher
aktif bergerak terutama pada musculus
levator scapula, Nyeri palpasi (tenderness)
pada levator scapula, (http://www.artikel.indonesianrehabequipment.com/2011/11/cervical-syndrome-pada-lanjut-usia.html 26 desember
2012).
Nyeri tajam di sekitar leher,
sering memancar ke atas dan menyebabkan sakit kepala. Daerah leher menjadi
terasa meradang. Gerakan dapat terbatas di leher dan bahu, dengan nyeri dan
kekakuan memburuk ketika mencoba banyak gerakan
(http://www.Levator Scapulae Trigger Points_Trigger Point Treatment.htm/diakses
tanggal 26 desember 2012 20:14 ).
2.3.5 Pemeriksaan spesifik
2.3.4.1 Palpasi : M.levator scapula
2.3.6 Diagnosis Medis
Myofascial sindrom m.
levator scapula
|
Gambar 2.8
Titik nyeri m.levator scapula
2.3.7 Diagnosis
banding
Banyak kondisi
yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan bahu serta rasa tak nyaman pada
ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan bagaimana
mekanisme terjadinya. Diagnosis banding untuk sindrom myofascial levator
scapula ini adalah :
2.3.7.1 Cervical
Root Syndrome adalah keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau
kompresi akar-akar saraf cervicalis, yang ditandai dengan nyeri di leher yang
menyebar ke lengan atau tergantung pada akar saraf yang tertekan (Dorland,
1985).
2.3.7.2 Thoracic outlet
syndrome
a. Anterior sclanei syndrome
Disebabkan karena adanya kompresi bundle
neurovaskuler diantara otot sclanei dan costa pertama. Gejalanya
adalah numbness, tingling, di lengan dan jari-jari tangan. Biasanya
menggambarkan kesemutan datang dan pergi dari tangan dan jari tangan. Nyeri ini
letaknya dalam biasanya datang setelah duduk lama (Cailliet, 1991).
b. Petoralis minor syndrome
Muncul bila ada penekanan bundle neuromuscular
diantara bagian antero lateral atas dan otot pectoralis minor terjadi
bila hiperabduksi humerus mengulur otot pectoralis minor (Cailliet, 1991).
2.3.8 Prognosis
Merupakan ramalan mengenai penyakit yang dapat meliputi berbagai aspek:
Qua ad vitam :
Bonam
Qua ad sanam : Bonam
Qua ad fungsional : Bonam
Qua ad cosmeticam : Bonam
2.4 Deskripsi Problematika Fisioterapi
Problematika yang sering terjadi pada kondisi
myofascial sindrom levator scapula sebenarnya sangat komplek sehingga dapat
menimbulkan berbagai gamgguan yang meliputi impairment, fungsional limitation
dan disability.
2.4.1 Impairment
Problematika yang muncul pada kondisi myofascial
sindrom m.levator scapula adanya nyeri tekan dan nyeri gerak pada musculus
levator scapula, adanya keterbatasan gerak,
ngilu atau linu terasa saat leher aktif bergerak terutama pada musculus levator
scapula, sering memancar ke atas dan menyebabkan sakit kepala.
2.4.2 Fungsional limitation
Pada fungsional limitation adanya gangguan Activity of
Daily Living seperti menoleh dan mengangkat bahu.
2.4.3 Disability
Disability merupakan ketidak mampuan dalam melakukan
kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan pasien yaitu penderita mengalami
kesulitan dalam melakukan aktivitas karena adanya gangguan keterbatasan gerak
pada leher dan adanya spasme. Gangguan tersebut antara lain : keterbatasan
gerak dan nyeri pada saat menoleh dan
mengangkat bahu.
2.5 Teknologi
Intervensi Fisioterapi
Teknologi yang digunakan untuk
mengurangi permasalahan yang timbul pada kondisi myofascial sindrom musculus
levator scapula adalah microwave
diathermy (MWD), friction, senam Cailliet exercise dan contract relax strecth
(CRS).
2.5.1 MWD
(Microwave Diathermy)
Adalah arus
bolak-balik berfrekuensi dengan panjang gelombang 11 meter atau sering disebut
energi elektromagnetik 27 MHz, dan merupakan terapi panas yang dapat digunakan
pada tubuh yang mempunyai efek-efek (Sujatno, 1993).
2.5.1.1
Pengaruh MWD terhadap myofascial levator scapula
Microwave Diathermy mempunyai efek heating akan memberikan panas
lokal pada daerah otot atau fasia yang dapat menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah dan menghasilkan peningkatan sirkulasi
darah kedaerah tersebut, sehingga akan meningkatkan suplay nutrien kejaringan
miofasial dan membuang zat-zat iritan penyebab nyeri akibat penumpukan zat-zat
sisa metabolisme dan zat iritan hasil proses radang ini dapat diturunkan. Vasodilatasi yang
diperoleh akan terjadi perbaikan
sirkulasi dan terjadi absorsi (sisa metabolisme) sehingga iritan nocis sensorik
berkurang akibatnya nyeri menurun dan ketegangan otot menurun (Ferry, 2010).
2.5.1.2 Efek terapeutik
(1) Penyembuhan luka/ trauma pada
jaringan lunak, meningkatkan proses perbaikan jaringan secara fisiologis dan
pada fase remodeling. (2) Nyeri, hipertoni, gangguan vascularisasi, menurunkan
nyeri, normalisasi tonus otot lewat efek sedatif, perbaikan sistem metabolisme.
(3) Gangguan konduktivitas dan thermal jaringan saraf.
2.5.1.3 Indikasi
Beberapa contoh indikasi yang banyak
digunakan :
2.5.1.1 Kelainan-kelainan pada tulang,
sendi dan otot misanya RA post traumatik.
2.5.1.2 Kelainan-kelainan pada saraf
perifer seperti neuropati dan neuralgia.
2.5.1.3
Kontra indikasi
Pemberian MWD harus memperhatikan
hal-hal berikut : logam dalam tubuh, jaringan dan organ yang mempunyai banyak
cairan, gangguan sensibilitas, setelah menjalani terapi rontgen dan menstruasi.
2.5.2 Friction (gerusan)
Friction adalah gerakan kecil dan dalam serta efek lokal pada perlengketan jaringan (kekakuan pada umumnya). Dan pada kondisi tertentu
manipulasi ini tidak dapat digunakan pada massage kesegaran jasmani, karena
tehnik ini pergerakannya putus-putus dan berbentuk sirkuler. Manipulasi Friction untuk merangsang
serabut syaraf dan otot-otot yang terletak didalam dari permukaan tubuh
(Tappan, 1988) .
Pelaksanaan friction dalam kasus ini dapat menggunakan teknik thumb dengan menggunakan
ibu jari sebagai fulkrum pada area atau titik yang nyeri yang terlokalisir.
|
Gambar
2.9
Friction Massage
Pemberian friction
pada myofascial sindrom m.levator scapula dapat melepaskan perlengketan fasia
myofibril sehingga mengurangi iritasi terhadap saraf dan bertujuan untuk
penyembuhan ketegangan otot yang di akibatkan oleh asam laktat yang berlebih
mempengaruhi kontraksi dinding kapiler sehingga terjadi keadaan vasodilatasi
atau melebarnya pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Aliran
oksigen dalam darah meningkat, pembuangan sisa-sisa metabolic semakin lancar
sehingga memacu hormone endorphin yang berfungsi memberikan rasa nyaman (Ferry,
2010).
2.5.3.1 Indikasi dan Kontra – indikasi
2.5.3.1.1 Indikasi :
(1) Kelelahan yang sangat, (2) Otot kaku,
lengket, tebal, dan nyeri sendi, (3) Gangguan atau ketegangan syaraf, kelayuan
atau kelemahan otot.
2.5.3.1.2 Kontra-indikasi
:
(1) Tubuh sedang dalam keadaaan demam,
(2) Menderita pengapuran pembuluh darah arteri (arteriosclerosis),
(3) Menderita penyakit kulit (eksema, luka-luka lama yang memborok dll), (4) Akibat
benturan, keseleo, melakukan gerak tiba-tiba atau gerak yang berlebihan, baik
luka-luka di luar (terbuka) maupun di dalam jaringan (tertutup), (5) Bekas
luka, bekas cedera, sendi yang terkilir, patah tulang.
2.5.3.1.3
Efek-efek dari massage friction :
2.5.3.1.3.1 Efek pada sirkulasi
darah
Massage
friction dapat meningkatkan sirkulasi darah secara lokal akibatnya terjadi
dilatasi pembuluh darah kapiler akibat tekanan langsung yang diterima pembuluh
darah sehingga terjadi pengangkutan zat-zat iritan dan meningkatkan jumlah sel
darah merah sehingga terjadi peningkatan kadar hemoglobin darah yang
mengakibatkan fasilitasi kapasitas darah dalam membawa oksigen dan peningkatan
aliran darah serta metabolisme lokal.
2.5.3.1.3.2 Efek pada sirkulasi
limfe
Massage friction efektif dalam meningkatkan
kecepatan obstruksi pada jaringan dan menggerakan cairan ekstramuskuler ke
dalam limfe dan mengalirkan darah ke limfe sehingga meningkatkan aliran balik
sirkulasi limfe.
2.5.3
Senam Cailliet Exercise
Neck
Cailliet Exercise adalah
salah satu terapi latihan isometrik kontraksi dengan menahan tahanan maksimal
dan diakhiri dengan relaksasi. Metode Neck Cailliet Exercise dapat digunakan untuk
mengatasi spasme otot dan untuk memelihara atau meningkatkan kekuatan otot
leher untuk memperoleh ketahanan statis dan dinamis leher, memelihara luas
gerak sendi dan kelenturan leher, serta memperoleh postur yang benar dengan
terkoreksinya muscle imbalance (Rosyidi, 2009).
2.5.2.1 Tujuan dan manfaat latihan ini adalah :
a. Menanggulangi dan mengurangi rasa nyeri
Bila tujuan kita mengurangi rasa nyeri, maka
latihan yang dilakukan sampai timbul rasa nyeri dan berhenti kemudian kembali
keposisi awal.
b. Mengembalikan jarak antara gerak sendi ke full
ROM
Pada posisi keterbatasan ROM, gerakan leher sampai keterbatasannya kemudian
ditambah sedikit secara pasif dan
pelan-pelan secara hati-hati.
c. Dengan melakukan latihan ini diharapkan terjadi
perbaikan vaskularisasi.
d. Menghilangkan spasme otot
Melalui kontraksi maksimal kemudian disusul
rileksasi, akan mengaktivasi golgi tendon organ, dimana terjadi pelepasan
perlengketan fasia sehingga akan meningkatkan vaskularisasi jaringan
sehingga akan meningkatkan suplay
nutrien kejaringan miofasial yang mengalami gangguan dan akan membuang zat-zat
iritan penyebab nyeri sehingga spasme atau ketegangan jaringan miofasial otot
akan menurun.
2.5.2.2 Tahapan pelaksanaan senam menurut mardhotillah, 2010 :
a. Pemanasan:
1. Kepala menoleh ke kanan dan ke kiri dengan hitungan 8 kali.
2. Kepala di arahkan ke atas dan
ke bawah
|
Gambar 2.10
Pemanasan senam cailliet
b. Inti:
1. Letakkan kedua tangan di dagu dan dorong ke belakang, namun kepala
menekan ke arah depan (arahnya berlawanan) sehingga terasa jika ada
kontradiksi. Tujuannya untuk menguatkan otot cervical.
|
Gambar 2.11
Latihan inti senam cailliet
2. Letakkan tangan kanan di kepala bagian kanan, letaknya di atas
telinga. Lakukan tekan yang sama seperti gerakan pertama. Lakukan sekitar 5
hitungan atau 5 detik.
3. Lakukan hal yang sama pada sisi kepala bagian
kiri.
4. Contract Relax
Stretching, kepala menunduk dan diputar keluar.
c. Penutup:
Gerakan hampir sama dengan pemananasan.
1. Kepala menoleh ke kanan dan ke kiri dengan hitungan 8 kali.
2. Kepala di arah ke atas dan ke
bawah
3. Kepala diputar dari arah kanan ke kiri dan sebaliknya sebanyak 8 kali putaran.
2.5.2.3 Indikasi :
a. Untuk kondisi nyeri leher lokal
tanpa disertai gangguan neurologis.
b. Ketegangan otot-otot kepala.
2.5.2.4 Kontra indikasi :
Fraktur,
penyakit-penyakit degeneratif dan perdarahan.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
STUDI KASUS
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RS.PUSRI Palembang
dilaksanakan pada tanggal 08-30 april 2013.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penyusunan KTI ini
adalah menggunakan studi kasus yang dianalisa secara deskriptif kualitatif.
3.3 Pengkajian Fisioterapi
Sebelum menentukan diagnosa fisioterapi terlebih
dahulu melakukan pemeriksaan dalam rangka untuk mendapatkan data. Adapun
prosedur pemeriksaan adalah sebagai berikut:
3.3.1 Anamnesis
3.3.1.1 Anamnesis umum
(1) Nama : Ny.”R”, (2) Umur: 43 tahun, (3) Jenis
Kelamin : Perempuan, (4) Agama: Islam , (5) Pekerjaan: Penjahit, (6) Alamat: Jln.
Mayor zein lrg. Abadi no. 9 palembang, (7) Diagnosa Medis: Cervical pain e.c myofascial
sindrom m.levator scapula.
34
|
3.3.1.2 Anamnesis Khusus
Keluhan utama pasien adalah adanya rasa nyeri dan
tegang saat menoleh kekanan dan kekiri.
Riwayat penyakit sekarang adalah ± 1 tahun yang lalu
tepatnya bulan januari 2012 pasien mengalami rasa nyeri dan tegang pada leher
kanan dan kirinya tetapi rasa nyeri tersebut dibiarkan oleh pasien dan
lama-kelamaan pasien merasakan sakitnya bertambah parah, untuk menoleh kekanan
dan kiri pun terasa sulit, pada tanggal 15 maret 2012 pasien langsung berobat
ke rumah sakit PUSRI. Pada tanggal 22 maret 2012 pasien dirujuk ke poli fisioterapi
oleh dr. safruddin Sp.S. Sedangkan faktor memperberat pada saat menoleh kekanan
dan kekiri dan faktor memperingan pada saat istirahat.
3.3.1.3 Anamnesis Sistem
Sistem kepala dan leher pada pasien merasa pusing dan
nyeri pada leher , muskuloskeletal pada
pasien adanya keterbatasan gerak pada cervical saat rotasi dextra dan sinistra
cervical joint, lateral dextra dan
sinistra cervical joint. Sedangkan sistem nervorum
terdapat nyeri tekan dan gerak pada otot levator scapula yang bersifat
terlokalisir.
3.3.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan :
3.3.2.1 Vital Sign
(1) Tekanan Darah : 130/80 mmHg, (2) Denyut Nadi : 80
X/menit, (3) Frekuensi Pernapasan : 24 X/menit, (4) Temperatur : 360C,
(5) Tinggi Badan : 158 Cm, (6) Berat Badan
: 55Kg.
3.3.2.2 Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan mengamati atau
melihat keadaan penderita. Adapun tehnik inspeksi dapat dilakukan dua cara
yaitu statis dan dinamis.
3.3.2.2.1 Statis
Pada saat inspeksi statis didapatkan hasil sebagai
berikut :
Pada saat posisi duduk terlihat bahu pasien tidak
simetri, bahu kanan terlihat sedikit elevasi
saat duduk.
3.3.2.2.2 Dinamis
Pada saat inspeksi dinamis didapatkan hasil sebagai berikut :
a) Tampak keterbatasan gerak pada cervical joint
b) Leher
tampak tegang ketika menoleh kekanan dan kekiri.
3.3.2.3 Palpasi
Saat dilakukan tekanan dengan jari tangan pada leher
pasien didapatkan hasil sebagai berikut :
a) Terasa nyeri tekan pada m.levator scapula
b) Adanya spasme otot trapezius dan m.levator
scapula berupa tenderness taut band
yaitu berbentuk tali yang membengkak yang mengakibatkan pemendekan serabut otot
(sarkoplasmik), fasia otot dan sering dikeluhkan pasien sebagai sesuatu yang
“grenjel” pada otot dan apabila diberi penekanan pada daerah tersebut akan
memicu rasa nyeri yang hebat dan tidak tertahankan.
3.3.3 Pemeriksaan Gerak
3.3.3.1 Gerakan Aktif
Pemeriksaan gerak aktif dilakukan untuk mengetahui
keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS), kekuatan otot dan koordinasi gerakan. Pada
pemeriksaan gerak aktif pasien mampu melakukan gerakan pada cervical joint namun pada gerakan rotasi dextra-sinistra dan lateral fleksi dextra-sinistra tidak
full range of motion (ROM) disertai nyeri.
3.3.3.2 Gerakan Pasif
Pemeriksaan gerak pasif dilakukan untuk mengetahui
keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) dan provokasi nyeri. Pada pemeriksaan
gerak pasif pasien mampu melakukan gerakan pada cercival joint namun pada gerakan rotasi dextra-sinistra dan lateral
fleksi dextra-sinistra tidak full range of motion (ROM) dengan end feel
springy dan disertai adanya rasa nyeri.
3.3.3.3 Test isometrik melawan tahanan
Pemeriksaan gerakan melawan tahanan dilakukan untuk
mengetahui kekuatan otot dan provokasi nyeri. Pada pemeriksaan gerak ini hanya
mampu melawan tahanan secara minimal pada gerakan rotasi dextra-sinistra dan lateral
fleksi dextra-sinistra.
3.3.4 Pemeriksaan Spesifik
3.3.4.1 Pemeriksaan Derajat Nyeri
Tes derajat nyeri Verbal
Deskriptif Scale (VDS) merupakan suatu skala nyeri dengan menggunakan 7
tingkatan nyeri, dimana pasien disuruh menujukan sendiri tingkatan nyeri yang
dirasakan, yaitu :
Tingkat 1 : Tidak nyeri
Tingkat 2 : Nyeri sangat ringan
Tingkat 3 : Nyeri ringan
Tingkat 4 : Nyeri tidak begitu berat
Tingkat 5 : Nyeri cukup berat
Tingkat 6 : Nyeri berat
Tingkat 7 : Nyeri tak tertahankan (Trisnowiyanto,2012)
Tes derajat nyeri dengan Verbal Deskripti Scale (VDS). Rasa nyeri saat ditekan pada pasien
daerah m.levator scapula dengan skala
VDS 4 dan rasa nyeri saat digerakan rotasi
dextra-sinistra pada cervical dengan
skala VDS 5 dan lateral fleksi dextra-sinistra dengan skala VDS
4.
3.3.4.2 Pemeriksaan Gerak Sendi
Pada pemeriksaan lingkup gerak sendi ini dengan alat
ukur goniometer dan berdasarkan aturan Internasional Standard Orthopaedic Measurement
(ISOM):
Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan LGS cervical joint dengan goniometer
Sendi
|
Active
|
Pasif
|
Normal
|
cervical joint
|
(S): 400-00-400
(F): 300-00-300
(R): 300-00-300
|
(S) : 400-00-400
(F) : 350-00-350
(R) :350-00-350
|
S. 400-00-400
F. 450-00-450
R. 500-00-500
|
3.3.5 Kemampuan Fungsional dan Lingkungan Aktivitas
3.3.5.1 Kemampuan Fungsional Dasar
Pasien hanya mampu melakukan gerakan fleksi dan ektensi cervical joint, dan mengalami gangguan gerak pada gerakan rotasi dextra-sinistra lateral
dextra-sinistra cervical joint
3.3.5.2 Kemampuan Fungsional
Adanya gangguan ADL sepeti menoleh kekanan dan kekiri,
menjahit dan melakukan gerakan shalat (salam).
3.3.5.3 Lingkungan Aktivitas
Lingkungan
aktivitas tidak mendukung proses kesembuhan pasien karena pasien adalah seorang
penjahit yang biasa menjahit pakaian.
3.3.6 Diagnosa Fisioterapi
Dari hasil pemeriksaan diatas diperoleh permasalahan
impairment yang muncul meliputi:
a. Adanya nyeri tekan pada m.levator scapula.
b. Adanya nyeri gerak pada gerakan rotasi dextra-sinistra dan lateral fleksi dextra-sinistra pada
cervical.
c. Adanya keterbatasan gerak rotasi dextra-sinistra dan lateral
dextra-sinistra pada cervical joint.
d. Adanya spasme m. levator scapula.
Pada functional limitation yaitu adanya gangguan Activity of Daily Living (ADL) seperti
menoleh kekanan dan kekiri, menjahit dan melakukan gerakan shalat (salam).
3.3.7 Tujuan Fisioterapi
Tujuan fisioterapi dibagi menjadi dua yaitu tujuan
jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Adapun permasalahan yang akan muncul
pada pelaksanaan fisioterapi dalam jangka pendek yang bertujuan untuk :
a. Menghilangkan nyeri tekan pada m.levator scapula
b. Menghilangkan nyeri gerak pada gerakan rotasi dextra-sinistra dan lateral fleksi dextra-sinistra pada cervical
c. Menambah LGS pada cervical joint
d. Mengurangi spasme m. levator scapula
Pada permasalahan jangka panjang yaitu meningkatkan
kemampuan Activity of Daily Living
(ADL) seperti menoleh kekanan dan kekiri, menjahit dan melakukan gerakan shalat
(salam).
3.4 PELAKSANAAN FISIOTERAPI
Pelaksanaan fisioterapi merupakan hal penting dalam
penangganan suatu kondisi untuk
kesembuhan pasien sehingga pengobatan ditujukan sebagai usaha penyembuhan. Adapun
modalitas yang digunakan adalah Microwave Diathermy (MWD), friction dan senam
Cailliet Exercise.
3.4.1 MWD (microwave dithermy)
a. Persiapan Alat
1) Hubungan kabel dengan stop kontak
2) Semua saklar dalam keadaan ON
3) Kabel tidak boleh kontak dengan lantai dan pasien
Gambar 3.1
Microwave Diathermy (MWD)
(Dokumentasi
Penelitian, 2013)
b. Persiapan Pasien
1) Posisi pasien prone lying
dengan posisi senyaman mungkin
2) Area pada leher harus bebas dari pakaian dan benda
logam yang dipakai pasien
3) Menjelaskan tujuan pengobatan dan hal-hal yang
dirasakan dalam pengobatan, seperti panas, hangat atau yang hal lain dirasakan
pasien
c. Pelaksanaan Terapi
1) Letakan emitter pada daerah
sekitar leher
2) Atur waktu
10 menit dan intensitas sesuai toleransi pasien
3) Selama
proses terapi sambil mengontrol keadaan panas dari pasien
4) Setelah selesai terapi turunkan intesitas dan letakkan
alat ketempat semula
5) Jelaskan kepada pasien bahwa terapi untuk MWD
telah selesai dilakukan dan akan dilanjutkan terapi berikutnya yaitu friction
massage
Gambar 3.2
Penerapan Microwave Diathermy
(Dokumentasi
Penelitian, 2013)
3.4.2 Friction
a. Persiapan Pasien
Posisi pasien duduk di kursi dengan rileks
b. Persiapan Fisioterapi
Fisioterapi di belakang pasien
c. Pelaksanaan exercise
1) Jelaskan pada pasien tujuan friction
2) Oleskan cream atau jelly ke leher sebagai medium kotak, kemudian
palpasi otot m.levator scapula lalu beri penekanan menggunakan thumb dan
diputar-putar berurutan sambil berpindah tempat dengan arah dari distal ke
proksimal otot levator scapula.
3) Setelah selesai
jelaskan kepada pasien bahwa friction
massage telah selesai dan dilanjutkan terapi berikutnya yaitu senam cailliet exercise.
Gambar 3.3
Penerapan Friction Massage
(Dokumentasi
Penelitian, 2013)
3.4.3 Senam Cailliet
a. Pemanasan:
1. Kepala menoleh kekanan dan kekiri dengan
hitungan 8 kali.
Gambar 3.4
Penerapan Senam
Cailliet Pada Pemanasan ke 1
(Dokumentasi
Penelitian, 2013)
2. Kepala di arah keatas dan kebawah
Gambar 3.5
Penerapan Senam
Cailliet Pada Pemanasan ke 2
(Dokumentasi
Penelitian, 2013)
3. Kepala diputar dari arah kanan ke kiri dan
sebaliknya sebanyak 8 kali putaran.
Gambar 3.6
Penerapan Senam
Cailliet Pada Pemanasan ke 3
(Dokumentasi
Penelitian, 2013)
b. Inti :
1. Letakan kedua tangan di dagu
dan dorong ke belakang, namun kepala menekan ke arah depan (arahnya berlawanan)
sehingga terasa jika ada kontrdiksi. Tujuannya untuk menguatkan otot cervical.
Gambar 3.7
Penerapan Senam
Cailliet Pada Latihan Inti ke 1
(Dokumentasi
Penelitian, 2013)
2. Letakkan tangan kanan di kepala bagian kanan,
letaknya diatas telinga. Lakukan tekan yang sama seperti gerakan pertama. Lakukan
sekitar 5 hitungan atau 5 detik.
Gambar 3.8
Penerapan Senam
Cailliet Pada Latihan Inti ke 2
(Dokumentasi
Penelitian, 2013)
3. Lakukan hal yang sama pada sisi kepala bagian kiri.
Gambar 3.9
Penerapan Senam
Cailliet Pada Latihan Inti ke 3
(Dokumentasi
Penelitian, 2013)
4. Contract relax stretching, kepala menunduk dan
diputar keluar.
Gambar 3.10
Penerapan Senam
Cailliet Pada Latihan Inti ke 4
(Dokumentasi
Penelitian, 2013)
c. Penutup : Gerakan hampir sama dengan pemanasan.
1. Kepala menoleh kekanan dan kekiri dengan hitungan
8 kali.
2. Kepala diarah keatas dan ke bawah
3. Kepala berputar dari arah kanan ke kiri dan
sebaliknya sebanyak 8 kali putaran.
Setelah
pasien selesai senam cailliet, berikan penjelasan kepada pasien bahwa terapi
telah selesai.
3.4.4 Home program
a. Kompres air hangat
b. Pasien dianjurkan untuk melakukan gerakan pada
lehernya seperti menengadah,menunduk,
menoleh kekanan-kiri, dan teleng kanan- kiri.
c. Pasien disarankan untuk friction massage
diberikan selama 5 menit dianjurkan untuk 3 kali seminggu lakukan friction
dengan pola sirkuler menggunakan thumb
gerakan dilakukan sampai 8 kali
Prognosis
1. Quo ad vitam :Bonam
2. Quo qd sanam :Bonam
3. Quo ad fungsional :Bonam
4. Quo ad cosmeticam :Bonam
3.5 Evaluasi terapi
Evaluasi yang dilaksanakan sejak pemeriksaan sampai
akhir pengobatan telah dilakukan evaluasi terakhir. Adapun tujuan evaluasi pada
Ny”R” dengan diagnosa “Myofascial Sindrom Musculus Levator Scapula” adalah
untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari terapi yang dilaksanakan.
Evaluasi yang dilaksanakan pada
kondisi Myofascial musculus levator
scapula ini adalah:
a. Menghilang atau tidaknya nyeri tekan pada m.levator scapula
b. Menghilang atau tidaknya nyeri gerak pada gerakan
rotasi dextra-sinistra dan lateral fleksi dextra-sinistra pada cervical
c. Menambah atau tidaknya LGS pada cervical joint
d. Berkurang atau tidaknya spasme m. levator scapula
dan m. upper trapezius.
Pada pemeriksaan derajat nyeri dengan menggunakan Verbal Deskriptif Scale (VDS) diperoleh hasil, yaitu terjadi penurunan nyeri. (lihat tabel
3.2).
Tabel 3.2 Hasil Evaluasi Derajat Nyeri Dengan Verbal Deskriptif Scale (VDS)
Nyeri
|
T0
|
T1
|
T2
|
T3
|
T4
|
T5
|
Nyeri tekan
|
4
|
4
|
3
|
3
|
3
|
2
|
Nyeri gerak (rotasi dextra-sinistra)
|
5
|
5
|
5
|
4
|
4
|
3
|
Nyeri gerak (lateral fleksi dextra-sinistra)
|
4
|
4
|
4
|
3
|
3
|
2
|
Sumber : Hasil Olahan Data (2013)
Pada pemeriksaan luas gerak sendi dengan goniometer
diperoleh hasil,yaitu terjadi peningkatan LGS. (lihat tabel 3.3)
Tabel 3.3 Hasil Evaluasi LGS Aktif Dengan Goniometer
T0
|
T1
|
T2
|
T3
|
T4
|
T5
|
(S):400-00-400
(F):300-00-300
(R):300-00-300
|
(S):400-00-400
(F):300-00-300
(R):350-00-350
|
(S):400-00-400
(F):350-00-350
(R):350-00-350
|
(S):400-00-400
(F):350-00-350
(R):400-00-400
|
(S):400-00-400
(F):350-00-350
(R):450-00-450
|
(S):400-00-400
(F):400-00-400
(R):450-00-450
|
Sumber
: Hasil Olahan Data (2013)
Tabel 3.4 Hasil Evaluasi LGS Pasif Dengan Goniometer
T0
|
T1
|
T2
|
T3
|
T4
|
T5
|
(S):400-00-400
(F):350-00-350
(R):350-00-350
|
(S):400-00-400
(F):350-00-350
(R):400-00-400
|
(S):400-00-400
(F):400-00-400
(R):400-00-400
|
(S):400-00-400
(F):400-00-400
(R):450-00-450
|
(S):400-00-400
(F):450-00-450
(R):450-00-450
|
(S):400-00-400
(F):450-00-450
(R):450-00-450
|
Sumber : Hasil Olahan Data (2013)
Pada pasien Ny “R” dengan diagnosa “cervical pain e.c
myofascial syndrom m. levator scapula: dengan usia 43 tahun, setelah dilakukan
pelaksanaan fisioterapi dengan menggunakan 3 modalitas yaitu microwave
diathermy (MWD), friction dan senam cailliet exercise, diperoleh hasil sebagai
berikut:
1) Berkurangnya nyeri tekan dari VDS 4 (Nyeri tidak
begitu berat ) menjadi VDS 2 (Nyeri sangat ringan)
2) Berkurangnya nyeri gerak pada rotasi
dextra-sinistra dariVDS 5(nyeri cukup berat) menjadi VDS 3(nyeri ringan) dn gerakan
lateral dextra-sinistra dari VDS 4 (nyeri tidak begitu berat) menjadi VDS
2(nyeri sangat ringan)
3) Meningkatnya luas gerak sendi
4) Spasme otot berkurang
5) Meningkatnya activitas of daily living (ADL)
seperti menoleh kekanan dan kekiri, menjahit serta dalam gerakan shalat
(salam).
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
hasil
Seorang
pasien perempuan bernama Ny”R” umur 43 tahun, beralamat di jln.Mayor zein
lrg.Abadi no.9 Palembang, dengan diagnosa cervical pain e.c myofascial sindrom
m.levator scapula yang mempunyai problematika adanya nyeri tekan pada m.
levator scapula dan nyeri gerak pada daerah cervical joint, keterbatasan luas gerak sendi pada cervical
joint dan adanya spasme m.levator scapula dan m. upper trapezius. Telah mendapatkan
penanganan fisioterapi dengan modalitas Microwave diathermy (MWD), Friction dan
senam nyeri leher (cailiet exercise) telah memberikan pengaruh pada penurunan
nyeri, dan peningkatan luas gerak sendi.
4.1.1 Penurunan nyeri
Terapi
Grafik 4.1 Evaluasi pengaruh nyeri
dengan VDS
(Olahan Data,
2013)
|
Pada grafik diatas dapat terlihat adanya penurunan
intesitas nyeri dari T0-T5
pada nyeri tekan nilai 4 menjadi 2, nyeri gerak rotasi
dextra-sinistra dari nilai 5 menjadi 3 dan nyeri gerak lateral fleksi
dextra-sinistra dari nilai 4 menjadi 3, hal ini terjadi karena otot disekitar
jaringan mulai terileksasi dengan efek dari Microwave Diathermy (MWD) dan
friction.
Microwave Diathermy adalah arus bolak- balik
berfrekuensi dengan panjang gelombang 11 meter atau sering disebut energi
elektromagnetik 27 MHz,dan merupakan terapi panas yang dapat digunakan pada
tubuh yang mempunyai efek heating akan memberikan panas lokal pada daerah otot
atau fasia yang dapat menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah dan menghasilkan
peningkatan sirkulasi darah dan menghasilkan peningkatan sirkulasi darah
kedaerah tersebut, sehingga akan meningkatkan suplay nutrien kejaringan
miofasial dan membuang zat-zat iritan penyebab nyeri, vasodilatasi yang
diperoleh akan terjadi perbaikan sirkulasi dan terjadi absorsi (sisa
metabolisme) sehingga nyeri akan menurun (Ferry, 2010).
Sedangkan Friction adalah gerakan kecil dan dalam
serta efek lokal pada perlengketan jaringan
(kekakuan pada umumnya). Pemberian frction pada myofascial sindrom m.levator
scapula dapat melepaskan perlengketan fasia myofibril sehingga mengurangi nyeri
dan bertujuan untuk penyembuhkan ketegangan otot yang di akibatkan oleh asam
laktat yang berlebihan sehingga terjadi keadaan vasodilatasi, aliran oksigen
dalam darah meningkat, pembuangan sisa-sisa metabolisme semakin lancar sehingga
memacu hormone endorphin yang berfungsi memberikan rasa nyaman (Yao, 1988).
4.1.2 Peningkatan Luas Gerak Sendi
Diagram 4.2
Evaluasi pengukuran luas gerak
sendi aktif dengan menggunakan
goniometer
|
Diagram 4.3
Evaluasi pengukuran luas gerak
sendi pasif dengan menggunakan
goniometer
|
Pada evaluasi LGS diatas terlihat bahwa adanya
peningkatan LGS dari T0-T5 pada gerakan flexi-extensi
cervical joint secara aktif dari (S):00-00-400
masih (S): 400-00-400
, pada gerakan lateral fleksi
cervical joint dextra secara aktif dari (F): 300-00
menjadi (F):400-00 , pada gerakan Lateral fleksi sinistra
dari 00-300 menjadi 00-400, pada
gerakan rotasi dextra dan sinistra secara aktif (R)300-00-300
menjadi (R)450-00-450,
pada gerakan flexi-extensi cervical joint secara pasif (S):400-00-400
masih (S):400-00-400,
pada gerakan lateral fleksi cervical joint dextra secara pasif dari (F):350-00
menjadi (F):00-450, lateral fleksi cervical joint sinistra secara
pasif dari (F):00-350 menjadi (F):00-450,
pada gerakan rotasi dextra dan sinistra dari 350-00-350
menjadi 450-00-450.
Peningkatan LGS dapat terjadi karena sering dengan
menurunya nyeri, maka pasien leih mudah untuk menggerakan leher yang semula
terbatas oleh karena nyeri akibat myofascial sindrom dan untuk mengurangi
keterbatasan luas gerak sendi (LGS) dan perengagan otot dapat dilakukan dengan
cailliet exercise (senam nyeri leher ) serta dapat menghilangkan oto yang
spasme ,memendek untuk memperoleh pelemasan dan perengangan jaringan otot,
sehingga pasien lebih mudah untuk menggerakan lehernya tanpa hambatan (Rosyidi,
2009).
4.1.3 Mengurangi spasme otot
Microwave diathermy (MWD) mempunyai efek thermal yang
mendominasi. Efek thermal yang dihasilkan dari microwave diathermy ini akan
menginhibisi impuls nyeri, sehingga akan terjadi efek relaksasi, vasodilatasi
pembuluh darah yang diikuti terserapnya kembali zat-zat iritanpenyebab nyeri,
kadar didalam matrix meningkat sehingga jaringan ikat lebih elastis dan spasme
menurun.pemberian massage friction akan terjadi pelepasan perlengketan fasia
dan meningkatkan vaskularisasi jaringan sehingga akan meningkat suplay nutrien
kejaringan miofasial yang mengalami gangguan dan akan membuang zat-zat iritan
penyebab nyeri sehingga spasme atau ketegangan jaringan miofasial otot akan
menurun (ferry,2010). Cailliet exercise dapat menghilangkan spasme otot melalui
kontraksi maksimal kemudin disusul rileksasi akan meningkatkan relaksasi otot
dan pada saat diberikan intervensi cailliet exercise serabut otot ditarik
keluar sampai sarkomer penuh maka akan membantu meluruskan kembali beberapa
kekacauan serabut pada ketegangan akibat sindroma miofasial (Rosyidi,2009).
4.1.4 Peningkatan aktivitas fungsional
Pada aktivitas fungsional pasien sudah mampu menoleh kekanan dan kekiri, menjahit dan
gerakan sholat (salam). Peningkatan aktifitas funsional ini dipengaruhi oleh berkurangnya
nyeri, peningkatan luas sendi, motivasi pasien yang tinggi untuk sembuh dari
penyakitnya dan dorongan keluarga yang selalu memberikan dukungan terhadap
pasien serta peran fisioterapis sangat didukung dengan baik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Myofascial sindrom m.levator scapula adalah area
tender lokal, yang sering disebut titik pemicu, dalam otot yang terlibat. Kadang
-kadang band ketat otot serat dapat teraba dalam otot, ada pembatasan gerakan
pada peregangan kelompok otot yang terlibat dan ada kelemahan pada isometrik
kontraksi (Sambrook dkk, 2010).
Otot levator scapula merupakan otot postural atau otot
tonik yang bekerja melakukan gerakan elevasi bahu, sehingga pada umumnya nyeri
myofascial sndrom levator scapula karena adanya mikrotrauma pada otot yang
bekerja dalam waktu yang lama secara berlebihan tanpa istirahat yang cukup. Trauma
ini dapat terjadi sebagai akibat dari posisi yang statis dalam waktu yang cukup
lama, itu mengakibatkan pembebanan pada otot terus-menerus sehingga otot akan
mengalami tightness (ketegangan) dan jaring myofascial akan mengalami
kekurangan nutrisi dan oksigen serta penumpukan zat-zat metabolisme. Trigger
point disebabkan oleh adanya darah dan bahan ekstraseluler yang tidak diserap
sesudah kerusakan pada jaringan lunak.
56
|
5.2 Saran
Dari kesimpulan yang telah dikemukakan maka saran yang
dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut :
1. Begitu banyak modalitas dan metode fisioterapi
yang dapat digunakan pada kondisi myofascial sindrom musculus levator scapula,
untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien, maka harus dipilih intervensi
yang benar-benar tepat.
2. Pemberian home program kepada pasien menjadi
sangat penting, keluarga pasien disarankan untuk melakukan friction massage terhadap
pasien diberikan selama 5 menit dianjurkan untuk 3 kali seminggu lakukan
friction dengan pola sirkuler menggunakan thumb gerakan dilakukan sampai 8 kali
sehingga hasil akhir dari intervensi yang diterapkan pada suatu kondisi menjadi
optimal.
3. Pengaturan intensitas dan frekuensi latihan pada
treatment fisioterapi diberikan secara tepat untuk menunjang penyembuhan.